Tuesday 25 June 2013

Lissa


Credit (gambar darisini)

 Teruntuk Monday FlashFiction Prompt # 18 : Ada Apa Dengan Lissa


 "Lissa.......," sapaku sambil membelai rambutnya yang di biarkan terurai.

Lissa hanya diam dan tersenyum. Wangi semerbak bunga masih terasa saat aku memasuki kamar pengantinnya. Tiba-tiba jantungku berdegup kencang saat melihat tubuhnya  terbalut gaun tipis. Naluriku mulai liar dan nafasku terasa sulit di atur.


"Cantik sekali kamu, Lis," ujarku seraya mendekapnya.

"Tunggu ya, sayang. Sabar." Senyum simpul Lissa yang menggoda membuat birahiku terus meningkat.

Lissa memang cantik. Usianya saja baru delapanbelas tahun. Mengawininya secara siri dan menjadikannya istri yang kedua, membuat aku menjadi laki-laki yang sempurna. Kulihat lekukan tubuh Lissa yang  terlihat jelas di balik gaunnya yang tipis, membuat darahku terus berdesir. Dan kamipun terlelap dalam mimpi indah bersamanya.


Aku terbangun. Lissa yang tidur di sampingku, meronta-ronta dan menjerit. Aku berlari keluar dari kamar.

Aku berteriak memanggil pembantuku.


"Bi Inah!"

"Ada apa Juragan?"

"Ini, kenapa Lissa?"

"Anu, Juragan, sebenarnya....Sebenarnya Lissa punya penyakit epilepsi." Jawab Bi Inah gagap.

Bathinku meradang. Amarahku memuncak ke orangtua Lissa, yang tidak memberitahu tentang keadaan Lissa yang sebenarnya.

Kuambil Handphone lalu sms ke orangtua Lissa.

"Besok, Lissa akan aku kembalikan. Kemudian aku cerai"


Keterangan
Epilepsi --- penyakit saraf menahun yang menimbulkan serangan mendadak berulang-ulang tak beralasan

Monday 24 June 2013

Bertemu Lalu Berpisah


Credit

Bismillah...........

Apa dayaku atas semua cobaan yang Engkau berikan padaku.
Aku sepertinya lemah sekali saat mengingatnya.....

Entah............
Tiba-tiba air mata ini meluncur kebawah
Dan aku tidak mengerti kenapa air mata ini terus menitik dan membasahi pipiku..
Dada terasa sesak..............
Mungkin sudah suratan takdir.......
Kecewa yang kurasa begitu membekas hingga sekarang.
Pertemuan itu begitu singkat.....
Pertemuan yang berakibat putusnya sebuah hubungan teman.....
Astagfirulloh...............
Tak henti-hentinya aku selalu  memohon ampunanMu Ya Allah.
Tak ada maksud  kearah sana...
Kenapa kami bisa saling bertengkar...

Dan aku lihat dari sini..

Masih terlihat jelas kebenciannya
Bahkan kata penyesalannya...begitu mengiang di telinga
Cukup menghela nafas dan selalu memanggilmu Ya Allah..........

Maafkan aku...

Jika semua kelakuanku mengakibatkan percekcokan rumah tanggamu...
Tak ada maksud apapun atas semuanya...
Tak ada tujuan kesana...
Dan tak ada keinginan mengenalmu lebih jauh lagi
Satu yang ingin aku ungkap
Aku senang bertemu denganmu...
Tapi............
Semua berakhir pilu.....
Kata-kata makianmu  begitu dasyat hingga menghempaskanku dalam bebatuan yang sangat tajam
Menusuk ke hati bahkan sampai ke jantungku.......
Allah.....
Aku tau  ini semua hasil dari sentuhan tanganmu yang terlalu indah untuk aku genggam
Aku hanya bisa tertunduk pedih atas semua yang terjadi
Aku jalanin dengan berat rasanya
Bertemu sama teman-temannya bahkan sahabatnyapun dingin rasanya
Hatiku berbisik.......
Biarlah aku yang mundur..
Toh aku akan berkaca siapa diriku ini..
Aku ini dari kalangan bawah...
Ya ......aku sadar diri siapa diriku ..
Hanya wanita biasa..........
Bisanya cuma bermimpi mempunyai teman-teman hebat seperti mereka...........
Kembali ke aku yang dulu...................
Dulu .....
Ya... aku yang begitu pendiam dan jarang bergaul 

Hatiku berontak........
Tidak...!!!!
Aku tidak ingin menjadi aku yang dulu.........
Aku ingin menjadi diriku yang lebih baik lagi.......
Semoga......
Dan tetap Semangat.... 
Ku sentuh kembali buku ini, kemudian kututup perlahan
Buku dengan kisah indah bersamanya dan teman-temannya..........


**************


Wednesday 19 June 2013

Guruku Tersayang

credit


Teruntuk Monday Flashfiction Prompt # 17 : Profesi

Semua mata tertuju sosok perempuan yang sedang berjalan ke podium.

"Selamat pagi anak-anak sekalian." Ujarnya sambil membenarkan kacamatanya.

"Selamat pagi ibu guru." Jawab serentak semua murid di lapangan.

"Dita,  liat konde Ibu Dina. Miring. Liat, deh," bisik Andi ke Dita.

"Tau. Hihihi......," jawab Dita sambil tertawa ke  arah Andi.

"Hey kamu, yang sedang berbisik, sini." Tunjuk Ibu Dina ke Andi.

Dengan langkah bergetar Andi menuju ke depan lapangan sambil menundukkan kepala.

"Kamu tadi bisik-bisik apa? Ada yang perlu ditanyakan? Tanya Ibu Dina.

Andi hanya menggeleng kepala  sambil menunduk.

"Baiklah. Kamu berdiri di sebelah Ibu saja." Ujar Ibu Dina sambil melanjutkan pidatonya.

Sekolah kita mau kedatangan tamu.  Jadi ruang kelas kalian harus tanpak bersih, karena akan ada kompetisi antar sekolah di sini." Sambil mengakhiri pidatonya Bu dina turun dari podium.

Andi yang sejak tadi berdiri hanya bisa diam dan tertunduk. Teman yang lain pada bubar, dan Andi pun masih di bawah tiang bendera.

Bruukkkkkk.

Andi pingsan. Seketika para guru menghampiri Andi lalu menggotongnya ke UKS.

Hari itu Andi dipulangkan karena kondisinya tidak memungkinkan untuk mengikuti pelajaran berikutnya.


Hari Senin berikutnya


"Selamat pagi anak-anak..." Sapa Ibu Dina dalam pidatonya.

"Hari ini adalah hari terakhir Ibu mengajar di sini. Maafkan ibu, jika ada salah kata."Bicara Ibu Dina sambil menitikkan airmata.

Di buka kembali map itu lalu ditutupnya perlahan. Map berisi surat pemberhentian sebagai guru.

Matanya tertuju sosok Andi yang berada di depannya. Dalam benaknya masih mengingat apa kata Ayah Andi dua hari yang lalu.

"Ibu Dina, Andi anak semata wayang saya. Dan saya adalah pejabat daerah  di  sini. Jadi, saya punya kewenangan untuk memberhentikan Ibu, kapanpun."




Friday 14 June 2013

Boneka Unta


Credit : Dokumentasi Pribadi  Hana Sugiarti


Teruntuk Monday FlashFiction Prompt # 16 : Kisah Dari Balik Jendela


Baru setahun  kami pindah dari Indonesia ke Ruwais UEA Abu Dhabi. Semenjak kepindahan kami di sini, Ayah semakin sibuk dengan urusan pekerjaannya.

"Ayah berangkat dulu ya sayang, jangan nakal. Besok kalau Ayah kembali, akan Ayah belikan boneka unta untukmu," ujar Ayah sambil mengecup kening Gendis anak kami satu-satunya yang baru berumur limatahunan.

Selalu jika Ayah berangkat ke luar Kota, Gendis berada di balik jendela sekedar memandangnya dari kejauhan.


"Ma....Ayah cuma sebentar, khan?"Tanya Gendis.


"Iya sayang tunggu saja" Jawabku menenangkannya.


Gendis kembali berlari ke arah jendela, sekedar melihat keluar rumah dan melihat  hamparan gedung berwarna putih dan pohon kurma.


"Ayah! Teriaknya.


"Mana? Hahaha, bukan. Ayah belum pulang sayang. Baru juga dua jam berangkat."  Jelasku.


"Ayo, masuk ke kamar?" Pintaku sambil menggendongnya.


Tangannya masih saja menunjuk ke jendela sambil memanggil Ayah berulang kali.


Tiba-tiba hati ini  berdebar. Firasatku mengatakan, terjadi sesuatu pada suamiku.


Tok tok tok.


Suara ketuk pintu mengejutkanku. Dua laki-laki berpakain Polisi UEA sedang ada di depanku.


"Selamat siang Bu, suami Ibu tewas dalam kecelakaan tunggal di perbatasan Saudi Arabia." Ujar salah satu Polisi.


Sekejap badanku seperti tak bertulang, duduk dan menatap putriku satu- satunya dengan derai air mata.



"Ayah! Bawa boneka unta," teriak Gendis yang tak mengetahui kalau Ayahnya telah tiada.


Aku hanya bisa menggelengkan kepala sambil memeluknya.








Saturday 8 June 2013

Sang Artis




Credit

Teruntuk Monday FlashFiction Prompt # 15 : Too Much Love Will Kill You


Riuh penonton membanjiri panggung konser yang di gelar di Senayan Jakarta. Mereka mengelu-elukan sosok Jacky yang fenomenal. Lagu beraliran Rock ini begitu di kagumi banyak kaum hawa.

"Hai! Every body...Are you ready?" Sapa Jacky kepada penggemarnya di panggung.

Sorak sorai dan tepuk tangan membahana menggema di acara konser bandnya malam itu. Para penonton yang sebagian besar kaum hawa itu berteriak histeris. Panggung raksasa yang di buat oleh Jacky malam itu begitu menakjubkan para penggemarnya.

Dari Bandung, Shinta sang istri menyaksikan suaminya melalui televisi.

Acara televisi yang bertema infotainment kini heboh membicarakan kesuksesan Jacky yang fenomenal itu. Jacky di gosipkan memiliki wanita idaman lain. Shinta yang sudah siap mental akan ketenaran suami di tanggapi dengan segala kesabarannya.

"Mbak, katanya Jacky lagi dekat dengan Larasati, seorang model  majalah pria dewasa?" Tanya beberapa media yg memadati rumahnya.

"Ah..itu gosip mbak, mas. Saya setiap hari komunikasi kok sama bang Jacky. Dan seminggu sekali dia pulang ke Bandung menemui kami." Jawab Shinta.


Hingga suatu hari, media infotainment memergoki Jacky di salah satu Hotel sedang bersama wanita.Wanita ini berkisah bahwa dirinya dengan Jacky hanya sebatas penggemar pada artis pujaannya.

Tiga tahun berlalu

Sebuah koran ternama di Ibukota mengabarkan di bagian headlinenya,

"Jacky sang vokalis Band Segi Tiga meninggal karena HIV AIDS"
   


Friday 7 June 2013

Kehilangan Sahabat Untuk Selama-lamanya



14 tahun, mengenangnya kembali adalah hal membuat hati ini menjadi sedih. Teringat akan tawa dan candanya. Murungpun jarang terlihat di raut wajahnya. Periang, itulah sahabatku yang bernama Rini. Rini adalah kawan SMAku dulu. Sejak berteman dengannya adanya cuma bercanda terus dan tak ada cerita sedih yang pernah dia ungkap kepadaku.

Awal tahun ajaran baru kenaikan kelas tiga SMA, selalu aku temui kawan-kawanku yang telah lama tak bertemu karena liburan panjang. Seperti biasa kita saling berpelukan dan bercerita sana sini. Salah satu temanku dengan nada enteng dan seperti tak terjadi apa-apa mengatakan bahwa kita tak akan bertemu Rini kembali. Kemudian bertanya kesana kemari akhirnya terjawab. Salah satu temanku yang lain akhirnya mengatakan yang sebenarnya bahwa Rini telah meninggal dalam kecelakaan tunggal di Jalan Daan Mogot KM.13 dua minggu yang lalu.

Kaget dan tak percaya dalam berita itu. Lalu kuhubungi kawan yang lain hari itu juga untuk ke makam Rini. Kemudian kami satu sekolahan pergi ke rumah almarhum untuk belasungkawa ke keluarganya. Kami menanyakan akan kejadian itu. keluarga menjawab adanya lubang di tengah jalan itu yang mengkibatkan Rini jatuh dari motor, boncengan dengan kekasihnya. Benturan di kepala Rini yang mengakibatkan kepergian Rini.

Peristiwa itu memberikan pelajaran kita betapa pentingnya helm dalam berkendara untuk melindungi kepala. Kita tidak tau kapan kita akan di jemput oleh yang maha kuasa, adakalanya kita mawas diri apa yang akan terjadi di kemudian hari. Kadang kita sangat pandai merangkai rencana tapi tetap Allah yang menentukan. Begitu juga umur, kita juga tidak tau. Kehilangan seorang sahabat yang periang adalah sesuatu yang sangat menyedihkan. hari-hari tak ada kehadiran almarhum sepi, teringat senyumnya yang selalu ada di setiap percakapan kami, memberikan kesedihan yang teramat dalam,  dan tak menyangka akan kehilangan sahabat  yang satu ini  dengan cara yang mengenaskan.

Melalui tulisan ini, Aku ingin mengenang kembali sosok Rini sahabatku ini. Dia adalah sosok yang periang dan supel. Semoga arwahnya di terima disisiNya dan diampuni segala dosa-dosanya .Aminn.



Tuesday 4 June 2013

Halusinasi [Remake] 2

credit: dokumentasi pribadi Latree Manohara

Bu....aku pergi dulu yah" pamit Andi ke Ibunya.

Ibu Andi yang sejak tadi memperhatikan, masih penuh harap semoga Andi bisa melupakan kisahnya bersama Shinta. Hari-hari Andi di penuhi wajah Shinta. Dinding kamarnya masih ada foto gadis itu.
Sedikit rasa tidak suka jika ibu Andi memandang foto Shinta terpampang di kamarnya. "Kenapa Andi begitu tergila-gila sama gadis itu" wajah sinis ibu Andi terlihat jelas sekali  dan ingin sekali  membuang semua foto itu. 

"Bu"

"Ya" ibu Andi kaget saat Andi tiba-tiba berada di dalam kamar.

"Aku lupa bawa ini" sambil mengambil mawar yang tergelatakdi atas meja ruangan kamarnya.

Andi memandang ibunya yang sedang  memperhatikan foto Shinta yang terpampang di dindingnya "Shinta cantikkan bu? Aku akan menemuinya untuk yang kesekian kalinya. Oh ya aku pamit lagi selanjutnya sore aku akan segera ke rumah Shinta".

Ibu Andi hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Diam dan tak bisa berkata apa-apa.


*Sesampainya di cafe*


"Mbak...biasa ya" sambil memberi kode pada pelayan cafe. Pelayan itu sepertinya tau kebiasaan pelanggannya seperti Andi.

"Ini mas pesanannya. Seperti biasa dua gelas jus advokad tanpa susu"

"Terima kasih ya mbak" kembali Andi melihat kedepan kedua gelas jus avokad.

"kamu suka ini Shin......jus avokad tanpa susu . Oh ya aku hari ini bawa sesuatu untukmu".

"Taratang" mengambil sesuatu di balik punggungnya, seolah ingin memberikan kejutan pada sang kekasihnya.

"Bunga mawar merah kesukaanmu. Ehemmm aku tau hari ini kamu sedang sedih yah...oke aku akan dengar deh ceritamu.Cerita tentang senja, tentang anak-anak kecil yang bermain di sungai itu, atau  tentang langit hitam yang sering kamu ceritakan hingga kau ketakutan tidur sendiri dikamarmu...iya deh aku dengerin. Tapi ingat ya aku mau hari ini kamu kasih senyummu yang terindah buatku" Andi dengan bicaranya sendiri.

"Maaf mas ini notanya, tadi tertinggal di meja kasir. Seperti biasa, mas akan memintanya sekedar untuk kenang-kenangan" pelayan menyerahkan nota ke meja Andi.

"Iya mbak maaf aku tadi lupa mengambilnya. Mbak sini coba lihat didepan saya, cantikkan tunanganku. mbak mau duduk ikut denger ceritanya?" sambil menarik tangan pelayan untuk duduk disampingnya.

"Maaf mas, masih banyak pengunjung yang harus saya layanin" sambil bergegas berbalik dari meja Andi.

Pelayan tadi sengaja menghindar dan berbisik pada salah satu pengunjung di cafe dan mereka sedikit mengerti dan memakluminnya.

Kring-kring

Ada sms masuk di hape Andi.

"Segera ke rumah Shinta,  disana keluarganya  sedang menunggumu!" dari Ibu.

"Shin....yuk kita pulang bareng. Ayah sama Ibumu  sedang menunggu kita. Jangan  lupa kasih senyum manis sama meraka ya, dan ceritakan sama mereka kalau kamu senang  bertemu denganku" masih dengan bicaranya sendiri.


*Setibanya di rumah Shinta*

"Bu..ini Shinta aku kembalikan kerumah setelah temanin aku sekedar minum jus di cafe . Dia senang bertemu denganku. Besok aku akan melamarnya" Ibu Shinta yang sejak tadi menunggu Andi langsung memeluknya sambil menangis.


"Sudahlah nak. Shinta dah tenang di alamnya...carilah wanita lain selain Shinta"

"Ibu......Shinta tak akan tergantikan oleh siapapun. Hatiku hanya ada Shinta. Shinta adalah cinta terakhirku bu."

"Oke sebelum ke makam kita mau mengadakan selamatan 3 tahun Shinta terlebih dahulu".

"Iya bu....ini aku bawakan bunga untuknya" sambil menunjukkan bunga mawar merah pada Ibu Shinta.


Semenjak kecelakaan itu keluarga maupun Andi sendiri tidak percaya atas apa yang telah menimpa Shinta sore itu 3 tahun yang lalu. Terakhir pertemuannya di cafe itu mengingatkan Andi terus menerus hingga  tahun ke -3 sepeninggalannya. Pertemuan terakhir Andi sama Shinta di Bento Coffe Stasiun Gambir.

Tulisan asli di sini 


Bertemu Sang Pujaan

Hari ini adalah hari keberuntunganku. Bertemu dengan sosok yang aku kagumi. Membayangkannya saja aku sudah terpesona apalagi bertemu dengannya. Kapten Bhirawa adalah sosok yang aku kagumi selama ini. Tiga malam aku di buat tak nyenyak dalam tidur. Kebisingan Deru langkah Bis yang aku tumpangi seakan tak terdengar oleh lamunanku yang terus mendera di pikiranku. Hingga akhirnya, ini adalah  pertama kalinya aku menginjakkan Kota ini.

Surabaya adalah Kota yang akan menjadi saksi bertemunya aku dengan sang Kapten. Kota yang terkenal dengan  Kota Pahlawannya. Sesekali kuintip surat cinta yang akan ku berikan pada sang Kapten saat bertemu nanti, berdesir rasa hati ini menuangkannya dalam tulisan di surat itu. Berusaha menyimpan semua rasaku padanya, kembali ku tengok ke samping jendela Bis dan mataku menjelajah  perjalanan yang menempuh waktu hampir sehari dari Jakarta.

Sesampainya di lokasi, hati ini tak berhenti berdegup. Mataku tak lepas dari  sosok yang berada di depanku saat ini. Tubuhnya tinggi, tegap dan wajahnya yang menawan hadir. Senyumannya membuat hati ini tertunduk malu. Kembali kuangkat mukaku dan mendengarkan suaranya yang terdengar tegas. Perasaan di hati ini seolah memberontak akan hadirnya sebuah cinta.

Tiba-tiba dia memanggil namaku, seakan tak percaya. Tangannya meraih tanganku kemudian aku di ajak masuk ke Kapalnya. Kapal yang ada dalam mimpi-mimpiku. Satu-persatu tempat dan ruangan dalam kapal itu dia jelaskan, kemudian dia menatapku dan menyapaku. Aku hanya tersipu membalas tatapannya. "Dek, sudah mengerti penjelasan, Bapak?" Tanya Kapten Bhirawa mengagetkan lamunanku. Aku tersadar bahwa aku masih duduk di bangku SMP yang belum boleh merasakan apa itu cinta. Kulihat kembali surat dalam tasku dan urung aku berikan pada beliau. Mengingat kembali,  tujuan aku kemari dalam rangka Study Tour  Sekolahanku di PT. PAL Surabaya.









Kembalinya Kapten Bhirawa

Pagi ini seperti biasa  menuju tempat kuliah. Saat menunggu Bis datang, mataku menangkap seseorang yang pernah aku kenal di seberang jalan. Aku perhatikan kemudian hilang.

"Sepertinya dia naik bis tadi" gumamku.

Sesampainya di kampus, seperti biasa sebelum kuliah di mulai aku duduk ditaman. Entah kenapa aku melihat kembali sosok laki-laki yang ada di seberang jalan tadi. Aku terus memperhatikan dan terus mengikutinya. Ingin aku sapa takut salah. Kemudian aku urungkan niatku untuk menyapanya, tiba-tiba dia mengagetkanku saat aku mulai berlalu dari pandanganku.

"Rastri!" sapa laki-laki tadi.

Aku terperangah oleh tatapan matanya, mata itu adalah milik seseorang yang pernah mengirimiku surat lima lima tahun yang lalu semasa masih duduk di bangku SMP. Dia pernah menyatakan cintanya saat kami sedang Study Tour Sekolah di Surabaya. Saat kunjungan ke PT. PAL Surabaya.

"Kapten Bhirawa!" sebutku dalam memanggilnya saat  kami memakai baju biru putih.

Entah kenapa hati ini tiba-tiba berdegup kencang, seakan tak percaya. Tangannya meraih tanganku.

"Aku mencarimu, kemana aja kamu selama ini?" tanyanya.

"Hemm.......," sejenak ku tergagum sosoknya yang tegap dan menawan, kutundukkan mataku, secepat kilat dia menyambut bibirku saat itu. Aku tergaget, lalu berlari masuk ke ruang kuliah, karena malu.







                     

Sakit


gambar dari google


Teruntuk Lampu Bohlam # 14 - Sakit


Sakit? Pernahlah, siapa yang gak pernah sakit. Pengalamanku sakit yang membuat aku tak bisa istirahat waktu aku terkena Rubella atau sejenis Campak. Kalau malam hawanya panas. Badanku terdapat bintik-bintik merah, tetapi badan gak ada rasa apa-apa, lemes enggak cuma ada ngilu di bagian sendi-sendi kaki. itu yang saya rasakan.

Karena takut kenapa-kenapa aku putuskan ke Rumah sakit terdekat, untuk mengecek keadaanku. Dokter menganjurkan aku untuk segera di isolasi karena takut menular ke anak-anak, apalagi saat itu anak-anak masih sangat kecil. karena tak ada kamar saya putuskan untuk pindah Rumah Sakit yang lain, tetapi Rumah Sakit yang kedua saya datangi, ternyata tak memberikan aku nginep alias di rawat. Aku disuruh pulang dan minum obat dan di larang keluar rumah, itu saja pesannya. Aku bingung dan menanyakannya akan hal ini. "Lho kenapa saya gak dirawat Dok?" Tanyaku. "Karena Ibu masih sehat, naik motor kesini aja sendiri tanpa di temani siapa-siapa, kalau dirawat itu orang yang sudah lemah."Ujar Dokter Rumah Sakit yang aku temui untuk kedua kalinya.

Akhirnya aku pulang kerumah, karena badanku tak berasa apa-apa yah aku buat nyuci, masak dan beberes rumah. Hawa badan panas pengennya tidur di lantai yg dingin. Lama-lama aku sembuh sendiri. Karena anak-anak masih punya kekebalan  dari imunisasi campak, jadi kedua anakku ini tak tertular. Demikian dengan Ayahnya, sistem imunnya lagi sehat jadi gak tertular. Alhamdulillah semua baik-baik saja.:))


Monday 3 June 2013

Halusinasi [Remake]


credit: dokumentasi pribadi Latree Manohara


"Bu....aku pergi dulu yah" Pamit Andi ke Ibunya.

Ibu Andi hanya diam mematung sambil menghela nafas melihat Andi berlalu dihadapannya.

"Bu!" Sapa Andi mengejutkan Ibu.

"Ya!" Saut ibu sambil menoleh.

"Aku lupa bawa ini," sambil menunjukkan mawar merah yang tergeletak di atas meja.

"Shinta cantik khan bu?" Ujar Andi sambil menghampiri Ibunya yang sedang berdiri di depan foto Shinta.

 "Aku akan menemuinya siang ini di cafe. Aku pulang agak malam." Pamit Andi kembali sambil mengecup kening Ibunya.

Ibu Andi menggelengkan kepala dan menujukkan wajah sinis melihat foto Shinta


Sesampainya di cafe


"Mbak, biasa ya," sapa Andi ke pelayan cafe.
 
"Ini mas pesanannya. Dua gelas jus avokad tanpa susu," sapa kembali pelayan cafe sambil menyodorkan dua gelas jus di atas meja.

"Terima kasih ya mbak."Jawab Andi  sambil tersenyum.

"kamu suka ini Shin, jus Avokad tanpa susu . Oh ya aku hari ini bawa sesuatu untukmu".


"Taratang...", tanganya meraih bunga mawar dan memberikannya pada bangku kosong di depannya.

Tiba-tiba sms masuk di handphone Andi.

"Segera ke rumah,  keluarga  sedang menunggumu." Dari Ibu Shinta.

Andi bergegas  ke rumah Shinta, sambil meraih nota cafe dan meninggalkan tip pada pelayan cafe tersebut.

"Bu, ini Shinta, tadi aku minum jus bersamanya di cafe." Ujar Andi di depan Ibu Shinta. 

"Sudahlah nak. Shinta sudah tenang di alamnya, carilah wanita lain selain Shinta." Ucap  Ibu Shinta sambil berurai air mata.

"Tidak! Shinta akan selalu di hati saya sampai kapanpun." Teriak Andi.

Semenjak kecelakaan itu, keluarga Shinta maupun Andi sendiri tidak percaya atas apa yang telah menimpa Shinta, 3 tahun yang lalu. Terakhir pertemuannya di cafe, mengingatkan Andi terus menerus hingga  tahun ke -3 sepeninggalannya. Pertemuan terakhir Andi sama Shinta di Bento Coffe Stasiun Gambir.


Tulisan asli dari sini

Sunday 2 June 2013

Konde Masalalu {remake-2}


Credit


Aku terkejut saat aku secara tak sengaja menyenggol sesuatu yang besar dan menyembul. 

Astaga! Konde? Tapi, siapa yang pakai konde di rumah ini?


"Ahh..ini konde tidak penting." Aku bergegas meninggalkan rumah, menutup pintu kemudian menguncinya.


"Shinta!" seseorang memanggil namaku.


"Mbak Rini!" Teriakku sambil memeluknya. Kulihat Rini bersama dua orang perawat.

"Masih ingat apa kata Dokter Baskoro?" Bisik salah satu perawat.


Aku mengangguk, kemudian menggapai tangan  Rini lalu menuntunnya ke dalam rumah. 

"Mbak Rini, masih ingat rumah ini?" Tanyaku.

"Masih. Aku hanya ingat kamarku, tapi aku lupa sebelah mana yah," jawab Rini sambil menganggukkan kepalanya.

"Dekat dapur itu, bukan?" Tunjukku  pada salah satu  kamar di rumah itu. Dan aku biarkan Rini masuk seorang diri ke dalam kamarnya.


Brakk..........



 ".........Neng Stasiun Balapan, kuto Solo seng dadi kenangan, kowe karo aku......hahaha... huhuhu" Rini bernyayi, tertawa dan menangis sambil memeluk konde. Aku lihat dalam kamar berantakan dan kaca hiasnya  pecah.


"Mbak Rini!" Teriakku.


"Siapa kamu, aku gak kenal...hahaha," jawab Rini dengan segala kekacauannya.


Aku hanya bisa diam dan menggelengkan kepala. 



".......cintaku sekonyong-konyong koder...karo kowe cah bagus  jenenge mas Didi. Mas Didi...kemana kamu sekarang ...hahaaa... " Nyanyian Rini yang  semakin kacau dengan memanggil nama laki-laki bernama Didi.

  
"Mbak Shinta! Terpaksa saudara Rini kami bawa kembali untuk memulihkan gangguan jiwanya." Ucap salah satu perawat sambil memegang kedua tangan Rini yang terus meronta-ronta sambil berteriak.


Shinta baru sadar bahwa konde itu mengingatkan Rini akan masa lalunya sebagai ledhek, yang mempertemukannya dengan Didi di satu pergelaran tayub di sebuah dusun. Ternyata Didi hanya mempermainkan Rini dan mencampakkannya begitu saja.

Keterangan 
"Ledhek" adalah  penari kesenian Tayub.
"Tayub" adalah sebuah seni tari peninggalan nenek moyang masa lampau yang masih exist hingga sekarang, dan seni tayub Grobogan adalah salah satu seni tayub  yang digemari masyarakat di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

 Tulisan Asli di sini

Saturday 1 June 2013

Bertemu Ayah


credit: dokumentasi pribadi Kartika Kusumastuti
  
Teruntuk Monday FlashFiction Prompt # 14 : Desa Berselimut Salju


"Tsubame!"

"Iya bu."

"Kamu lihat keluar. Musim salju datang," ujar Ibu sambil menunjukkan tangannya ke luar rumah. Di luar rumah, benda berwarna putih ini menyelimuti sebagian besar rumah-rumah di desa itu, hawa dingin dirasakan saat keluar rumah.

Tsubame langsung keluar rumah. Wajahnya tampak gembira. Bermain seluncuran dan membuat boneka snow white.

Tampak Ibu memandangnya dari balik jendela.

"Hem, kamu sudah besar," gumamnya.

Sudah lama Ibu menginginkan musim salju  ini datang. Musim yang mengingatkan pada sosok Ayah Tsubame.

"Ayah! Musim ini adalah musim salju yang kelima kalinya,  semenjak kau pergi meninggalkan kami, saat Tsubame masih dalam kandungan." Bicara Ibu sendiri pada sebuah foto di tangannya.

"Nak, ayo kita masuk. Waktunya kita bertemu Ayah," ujar Ibu sambil memegang tangan Subame dan menuntunnya ke dalam rumah.

"Ayah!"

"Iya. Ayah! Ini Ayah yang selama ini belum kamu temui." Sambil menunjukkan foto tadi.

"Terus, kapan Ayah pulang, bu?" Tanya Tsubame penasaran.

"Mungkin musim salju tahun depan, sayang." Ujar Ibu sambil mengecup kening Subame.


"Bu! Ada foto Ayah di sini," teriak Subame sambil menyodorkan koran yang baru saja dia terima.

Mata Ibu langsung melihat headline koran itu.

"Pelaku pembunuhan sadis keluarga Kiyoko akan di eksekusi mati besok"


Ibu kembali ke dapur dan membuatkan minuman coklat hangat untuk Tsubame. Tatapan matanya terlihat kosong. Pikirannya seakan berkecamuk mengingat sosok suaminya. Musim salju tahun depan, mungkin tak ada jawaban atas semua pertanyaan anaknya Tsubame yang akan menemui sosok Ayahnya selama ini.