Seminggu sudah ibu mengurung diri di dalam kamar.
“Bu…” Panggilku dari balik pintu.
Tak ada sautan dari dalam. Saat ini, aku tak ingin memaksa Ibu membuka pintu kamar. kemungkinan Ibu sedang sedih atas kepergian Ayah selamanya karena penyakit jantung. Namun, sudah semingguan Ibu tak keluar rumah. Aku perhatikan, Ibu hanya keluar kamar sekedar mengambil air minum di dapur, kemudian masuk kembali ke dalam kamar. Tidak seperti sewaktu Ayah masih hidup, Selesai menyiapkan makanan untuk Ayah, Ibu selalu duduk diteras belakang rumah kemudian berpindah duduk di salah satu sudut dapur sekedar melamun. Ibu selalu menuruti perkataan Ayah, walau Ayah seorang yang ringan tangan. Ibu di larang beraktifitas seperti sebelum menikah. Ibu berusaha menjadi istri yang baik. Ibu tanggalkan "nama besarnya".
“Bu…” Kembali aku panggil Ibu sambil berusaha membuka pintu kamar.
"Ahhh.......Ternyata pintu tak terkunci." Gumamku.
“Ibu!” teriakku dan mendapatkan Ibu sedang tertidur di meja kamar.
Ibu tampak pulas. Aku angkat tubuh Ibu lalu aku baringkan di atas tempat tidur. Tangannya masih menggegam sebuah pulpen. Aku ambil perlahan pulpennya seketika Ibu terbangun.
"Jangan!"Teriak Ibu. Kembali Ibu raih pulpen yang sempat aku ingin lepaskan.
"Bu...Ini aku, "jelasku sambil menatap wajah Ibu yang terlihat kusam dan terlihat garis hitam di bawah kelopak matanya. Tatapan mata Ibu terihat kosong. Kembali aku baringkan tubuhnya, lama-lama mata Ibu terpejam kembali.
Perlahan kaki ini aku langkahkan meninggalkan Ibu. Ketika hendak ke luar kamar, perhatianku mengarah ke tumpukan kertas di atas meja.
Aku ambil selembar kertas , terlihat penggalan kalimat yang ditulis Ibu di bagian bawah kertas.