Tuesday 10 December 2013

Sinar Matanya

Bayi lelaki itu merangkak mendekatiku. Dia berhenti di beberapa langkah dari tempatku berdiri. Pandangan kami beradu. Kurasakan kedua matanya seperti sebilah pedang yang mengoyak-ngoyak pikiranku dan meminta pertanggungjawaban atas apa yang telah kulakukan.
Sekerjab aku mundur beberapa langkah. Dahiku  mengernyit. Mengingat dan terus mengingat. Pandanganku menjelajah rumah tua yang telah lama di kosongkan penghuninya. Wajah bayi itu mirip wajah Lastri yang tiba-tiba hadir dalam ingatanku.

"Bon!" Seseorang memanggil namaku.

Kubalikkan badanku dan mencari panggilan itu. Seketika jantung ini berdegup dengan kencangnya. Lastri yang tiba-tiba hadir dalam benakku, ternyata hadir  secara nyata.

"Las...!"Sautku sambil mendekatinya.

Ku tatap matanya. Lastri balik menatapku tajam. Wajahnya terlihat  pucat.

Ingatanku kembali mengajakku ke peristiwa lima tahun yang lalu. Saat itu, Lastri kami gilir secara paksa untuk memuaskan nafsu birahiku dan kelima teman lelakiku. Di rumah kosong inilah, tepatnya di pinggir kampung, aku, Rendy, Panji, Jono, Kasto dan Ardi  kalap saat melihat tubuh Lastri yang molek sedang melintas  sehabis pulang sekolah. Saat itu suasana kampung sepi.

Berusaha mendekatinya, tiba-tiba bulu kudukku  merinding saat menatap wajahnya. Kembali  ku cari bayi  laki-laki tadi. Bayi itu ternyata tak ada.

"Kemana bayi laki-laki tadi? Gumamku penasaran.

Ku toleh kembali Lastri, ternyata dia sedang menggendong bayi laki laki itu.


Seketika wajah Lastri berubah membusuk. Bayi yang ada di gendongan Lastri tertawa sambil menunjukkan gigi-giginya yang tajam. Kedua bola mata bayi yang bersinar tadi, tiba-tiba menggilinding kebawah.  Lastri berjalan kearahku. Tangannya meraih leherku. Nafasku terasa sulit bernafas. Saat bersamaaan, kurasakan sakit teramat sangat di bagian selangkanganku. Kulihat  bayi itu menggigit "anuku".

Aku berusaha berteriak sekencang-kencangnya. Lamat-lamat kudengar Lastri tertawa memekakkan telinga. Kemudian gelap.

 Ikut tantangan MFF Prompt #32: Sinar Matanya.



Sumber Gambar

Saturday 30 November 2013

Tentang Kita



Mata elang. Yah, aku menyebutnya si mata elang karna matanya begitu tajam, mata yang banyak berbicara tentang dirinya. Saat itu kamu tanpak memberikan sebuah isarat bahwa kita a bakal  bersatu selamanya. Tak ada janji yang terlalu muluk kau ucapkan. Hanya sebuah 'tanda mata' yang kau berikan kepadaku sebagai tanda bahwa kau begitu mencintaiku apa adanya.

"Ras....Boleh aku pegang tanganmu?" Tanyanya sambil metatap mataku dengan tatapan elangnya.

Sebenarnya aku malu menunjukkan tangan ini padanya, tapi aku beranikan diri supaya kamu tau siapa diriku, dan apakah dia akan mundur dari semua usahanya.

"Ini." sambil kuulurkan tanganku ke arahnya.

Masih kulihat matamu dengan  memandang tak berkedip dan membuat sedikit desir dalam hati hinga terasa ke aliran darahku yang mulai menunjukkan reaksinya dengan keluarnya keringat dingin.

"Tangan kamu hangat."



Sejenak dia pandangin tanganku dan akhirnya dia lepaskan kemudian  diam dengan seribu bahasanya yang penuh misteri.
 
Akupun diam. Kita saling pandang. Saat kau pandang mataku dengan mata elangmu akupun sadar begitu ada bulir-bulir kasih disana. Apakah dia juga merasakan hal yang sama?

Tapi hari iniberbeda di hari-hari yang lalu dimana kau tanpak hangat dengan semua tatapan elangmu.
Kamu banyak bicara dengan sering menelponku, pagi,siang dan malam hingga ada suatu kata yang membuat hatiku sedikit terenyuh dengan semua pengakuanmu bahwa kau mencari gadis bertangan lentik, gadis berwarna putih dan gadis pemuja senja. sedangkan aku hanya gadis yang pekerja kasar mana mungkin mempunyai tangan lentik, apalagi lihat kulitku tak sebersih yang ia idamkan apalagi aku paling benci dengan senja karna senja membuat anganku berakir dengan hadirnya malam sesudah senja itu. aku penyuka pagi. Pagi yang hangat membriku sebuah semangat dan harapan akan sebuah cita-cita yang mungkin bisa aku gapai.

"Ras..!!Kenapa kamu diam?"

"Maaf, sepertinya gadis yang kau ceritakan itu bukan saya, kan?"

"Kamu cemburu?"

Tak aku jawab dan aku jawab dengan gelengan kepala.

Ras!..Ras!

 Sengaja telpon aku matikan.

Kembali telephone itu kembali memanggil dengan kencangnya. dan sengaja juga tak aku angkat.
"Ras....Coba mama angkat" Ujar mamaku.

"Bagas toh ini..Raras gak mau angkat. Coba kamu kesini dan bicara baik-baik."

Sepertinya bicara mamaku ini di dengar dan malam ini aku temukan dia ada di ruang tamu rumahku dengan wajah sendu.

Kembali  ku temukan dia diam, tak seperti banyak bicaranya waktu di telpon.
 Akupun ikut diam.Dan akupun berbisik dalam hati.

"Kamu misteriku"

"Ras..." Aku mendengar ucapannya dengan suara sedikit pelan. Perlahan dia raih tanganku dan kemudian dia ambil sesuatu didalam sakunya. 

Lalu dia masukkan cincin di salah satu jemariku.

"Ini apa?"

"Aku serius. Kamu minta apa?"

"Aku tidak minta apa-apa...cuma aku ingin kau menerimaku apa adanya."

Kulihat dia hanya diam dan sedikit tersenyum. Entah!

"Bukan cuma itu,aku mau kamu mau bertanggung jawab atas semua ucapanmu" imbuhku.

Dia hanya senyum dan kembali menatapku dengan tatapan mata elangnya.

"Bicaraku, akhir-akhir ini ditelpone jangan kau masukkan di dalam hati yah?" ujarnya.

"Yang mana?" ujarku pura-pura tak mengerti.

"Jadi...?"


"Jadi apa?Beneran aku tak mengerti."

"Besok keluargaku akan kesini."

Aku pun sedikit tenang menagggapin ucapannya dan sedikit bersiap bakal ada tamu banyak yang akan hadir besok.

Keesokannya kulihat dia membawa sanak saudaranya dengan membawa sedikit makanan .
Dan salah satu dari mereka mengucapkan "Apakah adiknya di terima jika melamar anak gadis bapak?"
Kaget.... senang, dan satu lagi semakin tak aku mengerti  karna selama perkenalan dia tak pernah ingin memilikiku. Dan peristiwa pagi ini merupakan awal dimana aku dan dia akan melanjutkan hubungan dengan saling mengerti satu sama lain hinga sebuah kata sampai kakek nenek  sebagai janji kita.
 

Friday 29 November 2013

Sang Mantan


Tulisan untuk tantangan MFF prompt #30: Sang mantan



Handphone itu tak henti-hentinya berbunyi.

"Sebenarnya aku lebih menyukaimu dari pada suamiku yang sekarang, Ar."

"Kenyataannya kita tak bisa bersatu, kan Bell....Mungkin tidak berjodoh."

Kata-kata itu, tak henti-hentinya  mengingatkanku, dimana Bella pernah mengungkapkan  perasaannya, kemudian lanjut berpacaran, akhirnya hubungan kami kandas dalam hitungan bulan.  Bella lebih memilih laki-laki itu ketimbang aku. Saat itu,  Bella menginginkan cepat-cepat menikah, sayangnya  aku belum siap karena alasan pekerjaan yang tak bisa di tinggal dan harus ke luar kota.

"Bell..Andai kamu tau, aku juga masih merindukanmu."

Selalu, Handphone kembali terputus setiap kami  mengobrol berlama-lama dengan berbagai kendala dan alasan. Membuat perasaanku kian hari semakin gundah, semenjak menemukannya di Media Sosial.

"Bell...Bella!" Tak ada balasan, baik telephone maupun sms.

Tiba-tiba  handphone kembali berdering.


"Bel, kenapa dua hari ini kamu menghilang dariku?"

"Ya! Biasa, lagi melayani langganan.Gak enak kalau di tinggal."

"Kerja apa, Bell.Sepertinya sibuk sekali."

"Biasalah, Kang. Melayani langganan. "

 "Bisa kita ketemuan?"

"Maaf!"

"Kenapa?"

Hape kembali mati.

"Bella! Bella!"

Tok! Tok!

Pintu terdengar begitu kencangnya dari luar.

"Sebentar!" jawabku. Perlahan kubuka pintu.

"Astaga!" gumamku.

"Ngapain aja sih mas, didalam. Kenc*ng apa B*ker?" Teriak bapak-bapak sebayaku.

"Pake acara teriak-teriak lagi!" ujar bapak yang lain dengan sedikit  beruban di rambutnya.

Kulihat banyak sekali yang antri. Aku pikir cuma aku sendiri yang disini.

Segera ku tinggalkan kerumunan antrian toilet di SPBU itu. Kemudian, kembali kulajukan motorku menuju rumah.

Besok, akan kupikirkan kembali, tempat yang tepat yang sekiranya sepi, biar aku dapat menelponnya berlama-lama sama sang mantan.




********
Note:...Lama gak pernah bikin FF...sedikit "kaku" dan "wagu" dan anehnya....Hueekkk,  kenapa jadinya settingannnya di toilet yahh...*krik-krikk.....

Thursday 3 October 2013

Terperosok

Foto koleksi pribadi Noichil

Teruntuk MondayFlashFiction Prompt #28 : Terperosok


"Rud! Dengarkan Ibu, sekali ini saja , nak," ujar ibu memelas.

Ibu selalu mengikuti  langkah Rudi saat itu, kemudian berhenti setelah melihat Rudi sedang membawa koper pakaian.

"Secepat itukah kauputuskan, Rud?" Tanya Ibu kembali.

Rudi yang sejak tadi di berondong pertanyaan Ibunya tak bergeming sedikitpun. Dia hanya melihat Ibunya sekali saja kemudian dengan langkah dipercepat dia bergegas ke luar rumah menuju mobil yang sudah siap didepan rumahnya.

"Rud!" Teriak Ibu.

Kembali Rudi tak menghiraukan teriakan Ibunya dengan melaju mobilnya menerobos malam.

Dalam perjalanannya hapenya tiba-tiba berbunyi.

"Mas..!"

"Ya! Aku sudah pergi. Aku pilih kamu."

"Tapi, mas......," tiba-tiba hape terputus.

Saat bersamaan hujan lebat turun dengan derasnya. Pandangan jalan sedikit kabur. Mobil Rudi terus melaju dengan kecepatan tinggi.

Bruukkkk..

Seseorang menyebrang jalan, Rudi segera membanting setirnya kebahu jalan. Tapi gak disangka ternyata dia terperosok ke semak dan pepohonan. Beruntung Rudi selamat. Segera dia keluar dari mobilnya. Seketika kerumunan orang menghampiri sosok mayat di jalan.

Rudi lemas.

"Shinta!" Sebutnya lirih.

Dihampiri sosok mayat yang telah terkapar di tengah jalan. Dia menggeleng tak percaya. Airmatanya meluncur deras dari kedua matanya. Dia goyangkan mayat itu kemudian di peluknya.

Mayat itu ternyata Shinta kekasihnya. Rencana Rudi akan menikahi Shinta tanpa restu dari Ibunya.



*************
Note: sorry yah sobb..agak kurang twist ceritanya.... hihi *maksa

Monday 23 September 2013

Dodi Cucuku

Photo koleksi pribadi RinRin Indrianie



Tulisan hasil belajar ikut tantangan MFF Prompt #26 : Pak Tua Yang Sedang Membaca Koran 
Note: Berubah Judul Darisini isi masih sama. Semoga judulnya berkenan.



"Sepuluh tahun..?!" Ujar Lastri memandangku  heran.

"Tapi Las, aku...." Sengaja tidak aku teruskan perkataanku, karena Lastri langsung berlalu dari hadapanku. 

Berusaha mengingat dan mencari sebuah benda yang sudah lama aku simpan. Akhirnya, benda itu aku temukan di lemari pakaian bagian bawah.


"Ini dia!" Gumamku.


"Apa itu, Ma?" Tanya Dodi putraku satu-satunya yang tiba-tiba ada di dalam kamar.

"Oh, ini. Sebentar......Jangan dulu deh, besok kamu juga akan tau, Dod." Jelasku sambil menghentikan perkataanku.


Dodi masih penasaran dengan benda yang aku  bungkus plastik itu. Semua pertanyaan tentang benda itu, terpaksa aku potong.


"Tapi, Ma."


"Gak ada tapi-tapian. Teruskan belajarmu! Mama pergi sebentar. Paling cuma setengah hari."


Langkahku keluar rumah sedikit ku percepat. Sesekali menengok kebelakang karena takut ada yang mengikutiku.

Saat menunggu mikrolet, kulihat di seberang jalan ada sosok laki-laki yang membuat mata ini susah untuk berkedip. Karena penasaran, akhirnya aku  putuskan untuk menemui laki-laki tua itu dan menunda kepergianku.

Aku  perhatikan Kakek  itu secara seksama. Mendekat perlahan dan memperhatikan  koran yang dia baca.  Ku lihat dia  sedang mencermati kata demi kata di koran itu.  Dia baca bagian rubrik  orang hilang. Disana ada gambar anak laki-laki  berumur dua tahun, lengkap dengan penjelasannya.

"Ehemm...Maaf. Bapak cari anak itu?" Sambil aku tunjuk wajah orang hilang yang ada di koran itu.

Kakek  itu menoleh, lalu menatapku tajam. Matanya seperti menyimpan selaksa peristiwa. Keningnya  tampak tua dan lelah. Keriput tulang pipinya  sangat tampak, badannya  kurus dan sedikit bungkuk.  Wajahnya seketika berbinar saat aku menyapanya.

"Kamu kenal sama anak ini, nduk. Ini cucu Kakek saat Kakek bawa kesini buat jalan-jalan. Sampai sekarang belum ditemukan. Sekarang cucu Kakek sudah berumur duabelas tahun. Pernah lihat?" Tanyanya penuh harap.

Entah kenapa mulut ini tiba-tiba diam seperti terkunci. Kakiku seakan kaku dan sedikit bergetar. Berusaha berbalik dan meninggalkannya. Ada perasaan takut saat kakek ini mencerca berbagai macam pertanyaan. Aku hanya bisa menggeleng.  Lantas, aku lari meninggalkan Kakek itu.

"Nduk, mau kemana?" Tampak Kakek itu berlari mengejarku, lalu terhenti karena aku lihat nafasnya mulai tersengal.

Aku berlari menyebrang jalan dan menyetop mikrolet yang kebetulan lewat. Aku masuk dan berusaha mengatur  nafasku dan jantungku yang mulai berdegup dengan cepatnya. Sambil berlalu, kutengok kembali Kakek yang aku tinggalkan tadi. Tanganku bergetar saat kudapati plastik yang aku bawa tadi.  Satu setel baju  anak berumur dua tahunan.  Baju yang di pakai Dodi saat aku temukan di  tempat kakek itu berada.  Baju  ini rencananya akan aku buang jauh-jauh dari rumah,  supaya Dodi tidak tau siapa Ayah dan Ibunya yang sebenarnya. Karena aku sudah putus asa, selama  limabelas tahun tidak juga di karunia keturunan.

Saturday 21 September 2013

Kakek Dan Dodi

Photo koleksi pribadi RinRin Indrianie






"Sepuluh tahun..?!" Ujar Lastri memandangku  heran.

"Tapi Las, aku...." Sengaja tidak aku teruskan perkataanku, karena Lastri langsung berlalu dari hadapanku. 

Berusaha mengingat dan mencari sebuah benda yang sudah lama aku simpan. Akhirnya, benda itu aku temukan di lemari pakaian bagian bawah.


"Ini dia!" Gumamku.


"Apa itu, Ma?" Tanya Dodi putraku satu-satunya yang tiba-tiba ada di dalam kamar.

"Oh, ini. Sebentar......Jangan dulu deh, besok kamu juga akan tau, Dod." Jelasku sambil menghentikan perkataanku.


Dodi masih penasaran dengan benda yang aku  bungkus plastik itu. Semua pertanyaan tentang benda itu, terpaksa aku potong.


"Tapi, Ma."


"Gak ada tapi-tapian. Teruskan belajarmu! Mama pergi sebentar. Paling cuma setengah hari."


Langkahku keluar rumah sedikit ku percepat. Sesekali menengok kebelakang karena takut ada yang mengikutiku.

Saat menunggu mikrolet, kulihat di seberang jalan ada sosok laki-laki yang membuat mata ini susah untuk berkedip. Karena penasaran, akhirnya aku  putuskan untuk menemui laki-laki tua itu dan menunda kepergianku.

Aku  perhatikan Kakek  itu secara seksama. Mendekat perlahan dan memperhatikan  koran yang dia baca.  Ku lihat dia  sedang mencermati kata demi kata di koran itu.  Dia baca bagian rubrik  orang hilang. Disana ada gambar anak laki-laki  berumur dua tahun, lengkap dengan penjelasannya.

"Ehemm...Maaf. Bapak cari anak itu?" Sambil aku tunjuk wajah orang hilang yang ada di koran itu.

Kakek  itu menoleh, lalu menatapku tajam. Matanya seperti menyimpan selaksa peristiwa. Keningnya  tampak tua dan lelah. Keriput tulang pipinya  sangat tampak, badannya  kurus dan sedikit bungkuk.  Wajahnya seketika berbinar saat aku menyapanya.

"Kamu kenal sama anak ini, nduk. Ini cucu Kakek saat Kakek bawa kesini buat jalan-jalan. Sampai sekarang belum ditemukan. Sekarang cucu Kakek sudah berumur duabelas tahun. Pernah lihat?" Tanyanya penuh harap.

Entah kenapa mulut ini tiba-tiba diam seperti terkunci. Kakiku seakan kaku dan sedikit bergetar. Berusaha berbalik dan meninggalkannya. Ada perasaan takut saat kakek ini mencerca berbagai macam pertanyaan. Aku hanya bisa menggeleng.  Lantas, aku lari meninggalkan Kakek itu.

"Nduk, mau kemana?" Tampak Kakek itu berlari mengejarku, lalu terhenti karena aku lihat nafasnya mulai tersengal.

Aku berlari menyebrang jalan dan menyetop mikrolet yang kebetulan lewat. Aku masuk dan berusaha mengatur  nafasku dan jantungku yang mulai berdegup dengan cepatnya. Sambil berlalu, kutengok kembali Kakek yang aku tinggalkan tadi. Tanganku bergetar saat kudapati plastik yang aku bawa tadi.  Satu setel baju  anak berumur dua tahunan.  Baju yang di pakai Dodi saat aku temukan di  tempat kakek itu berada.  Baju  ini rencananya akan aku buang jauh-jauh dari rumah,  supaya Dodi tidak tau siapa Ayah dan Ibunya yang sebenarnya. Karena aku sudah putus asa, selama  limabelas tahun tidak juga di karunia keturunan.




Monday 29 July 2013

CLBK



Gimana wajah Indah sekarang? Dulu dia menolak lamaranku. Dengar-dengar dia sudah ditinggal pergi oleh suaminya. 

"Ahh....Belum terlambat," gumamku.

kenapa masih deg-degkan ya? Aku ragu sekarang?

"Jono!"

"Indah! Kamu masih seperti yang dulu. Cantik dan manis."

Mata mereka saling bertemu dan berpandangan.

Tiba-tiba tangan mereka terlepas.

"Kakek!" Tarik Andi cucunya yang berumur limatahuanan.

Demikian dengan Indah.

Suasana reunian menjadi ramai dengan cerita cucunya masing-masing.






Thursday 25 July 2013

dedek ayu lekas sembuh ya

ya allah hari ini yang keempat kalinya kami ke rumah sakit ini. semenjak kejadian terjatuhnya putriku dari prosotan yang mencederai tangan kanannya membuat putrikami yg kedua sedikit kurang bebas dengan di berikannya sling bagian tangannya. yang akiu lihat senyum dan semangatnya masih mewarnai wajahnya yang terlihat manis. 

mudah mudahan ini terakhir aku kerumah sakit ini.
tetap senyum semangat

semoga lekas sembuh sayang bapak mamak kakak sangat menyayangi dede. iluv u nak

diberdayakan oleh hape android

Monday 22 July 2013

[FF] Maaf, Aku Menduakanmu.

Sepuluh tahun. Waktu yang lama bagiku. Susah senang telah kita lalui bersama. Yang aku suka karena kamu telah membantu pekerjaanku selama ini, sayang hari ini kamu mengecewakanku. Kamu tiba-tiba diam tak bergeming. Entah. Padahal setaun terakhir ini selalu aku tanyakan ke ahlinya untuk menyelesaikan masalah kita. Ini yang ketiga kalinya kamu bermasalah. Gak cuma itu kamu juga telah menguras uang dalam dompetku. Hari ini aku sudah putus asa dengan semua kelakuanmu.

Diam-diam aku pergi darimu, ketempat yang begitu banyak untuk memilih. Memilih yang terbaik. Mungkin ini suratan takdir kita harus berpisah. Bukan berarti aku melupakan semua pengorbananmu padaku. Yang aku rasa sekarang mulai capek dengan diammu itu. Akhirnya aku temukan penggantimu. Maafkan aku. Ternyata aku dengan yang baru begitu sempurna. Mudah-mudahan awet dan langgeng. Itu saja doaku. Melihatmu sekarang aku merasa iba. Setelah aku pikir-pikir dari pada kamu disini cemburu dengan yang aku miliki sekarang, kuraih handphone di atas meja kemudian ku telepon Mas Soleh.

"Tiga ratus ribu rupiah."

Aku hanya melambaikan tangan saat kau bersamanya.

"Good Bye. Semoga kau temukan penggantimu yang menginginkanmu saat ini."

Maafkan aku MESIN CUCI. Aku telah menduakanmu.

__________________________________Terinspirasi Pengalaman pribadi tentang Mesin Cuci

Friday 19 July 2013

Cinta Matiku



"Siapa Ayahnya? Lalu,  apa kata warga tentang aib ini, Nis?" Tanya Ibu Nissa bertubi-tubi.

Nissa yang sejak tadi melamun, beranjak dari tempat duduknya. Berdiri di depan cermin dan melihat perutnya yang semakin membesar. 

Menuju ke lemari kemudian membukanya. Handphone yang sudah tiga bulan ini sengaja ia matikan kemudian di nyalakan kembali.
Teriakan Nissa tiada ampun di bawah nafsu bejad Rangga begitu jelas di dalam video handphonenya.

"Mana mungkin dia akan menjadi Ayah dalam kandunganku?" Nissa dalam bicaranya sendiri.

"Nissa. Apakhabar. Tiga bulan kamu sudah gak masuk sekolah" Terdengar sms masuk dari Fitri.

"Fitri!" Gumamnya sambil memegang handphone lalu berusaha menelponnya.

"Nis. Kemana saja kamu? Sepertinya kamu bakal di skor dari sekolah. "

"Aku...aku.."

"Aku sudah tau beritanya. Video mesum kamu dengan Rangga telah di sebar luaskan di handphone anak-anak satu sekolahan. Niss...Hallo..." Putus. 

Suara Fitri sengaja di hentikan oleh Nissa dengan mematikan handphonenya.

Nissa  menggeleng. Lalu, dibanting handphone yang berada di genggamannya. Nissa keluar kamar menuju dapur. Pikirannya kacau, benda di dapur itu sepertinya menarik perhatiannya.  Pisau siap di tancapkan ke dada Nissa  sambil berurai air mata. Lalu , urung. Di bungkuslah benda tajam itu ke dalam tasnya.

"Mau kemana Nis?" Tanya Ibu.

"Menemui teman. Ibu gak usah khawatir, "ujarnya menyakinkan Ibunya.

**********


"Rangga!"

Rangga kaget akan kehadiran Nissa di depannya. Dia berdiri lalu tersenyum melihat Nissa menemuinya.

"Hahaha.... Akhirnya kamu nyerah, Nis,"ujarnya sambil tertawa.

"Berhenti kamu tertawa, atau aku akan bunuh janin dalam perutku ini." Ancam Nissa sambil menghunuskan pisau ke arah perutnya.

"Upss...Jangan sayang. Itu bayiku jangan kau bunuh," ujar Rangga sambil memegang tangan Nisa yang menggengam pisau.

Nissa menangis, tubuhnya serasa lunglai tak bertulang. Tatapan matanya kosong lalu dia kembali berdiri menatap lelaki yang berada di depannya sambil menghunuskan pisau tepat dilehernya Rangga.

"Kamu yang harus mati, Rangga."


"Niss...apa-apan kamu ini." Sekejap  pisau yang berada digenggaman Nisa di lepaskan oleh Rangga kemudian di buang.


Nissa menjerit dan menangis sambil memukul badan Rangga. Badannya semakin lemah dan tak berdaya. Bibirnya bergetar.


"Baiklah, nikahi aku.  Aku sudah tidak kuat dengan omongan tetangga tentang kandunganku."


"Dengan senang hati. Ini yang aku harapkan selama ini. Menikah denganmu, Nis. Selamanya."


"Dengan satu syarat!"


"Syarat apa? aku akan memenuhinya."


"Ceraikan aku setelah anak ini lahir."


Dahi Rangga mengernyit. Di pandangilah wanita yang berada di depannya dengan rasa penasarannya.
Rangga menggeleng lalu menampar wajah Nisa.

Plaakkk

"Kamu bodoh!"

"Tidak! Menjadi bodoh jika aku menjadi istrimu selamanya."


"Hemm.Baiklah."


"Tanda tangan disini!" Nissa menyerahkan secarik kertas berisi perjanjian bermaterai.
Rangga menyetujuinya lalu menandatangin perjanjian itu.


Nissa kembali menuju Rumahnya. Di tengah perjalanan tepat di kebun teh Mandor Jono Nissa bertemu kembali Rangga beserta lima rekannya.


"Nissa!"


"Kamu mau ngapain lagi?" Tanya Nissa ketakutan.


Kelima rekan Rangga seketika memegang kedua tangan Nissa, salah satu mereka mengambil kertas perjanjian yang berada di dalam tas Nissa. 


"Hahaha...Musnah syaratnya. Besok aku kan ke rumah,  menikahimu dan kamu akan aku miliki. Selamanya, "ujar Rangga sambil menyobek kertas perjanjian.


Nissa meronta  dan menjerit berusaha melepaskan genggaman kedua tangan lelaki bertubuh kekar yang memegangnya.


"Rangga! Kamu baji**an." Sumpah serapah Nissa.


"Hahaha..." Rangga tertawa menang.


***********************

Wednesday 17 July 2013

PUPUS

"Rud, sebentar lagi kita akan berpisah. Aku ke Semarang kamu ke Jakarta meneruskan kuliahmu," ujar Sari sambil memeluk Rudy.

"Kita masih punya ini untuk saling berkomunikasi." Jawab Rudy ambil menunjukkan handphone.

Sesaat mereka saling berpandangan satu sama lain.  Sari menunduk lalu menatap Lelaki yang berada di depannya. Tampak matanya berkaca-kaca.

"Aku berjanji."

"Tapi..."

"Tapi, kenapa?"

"Oh . Sudahlah!" Sari menghentikan percakapannya.

Dikemasilah baju Sari lalu mereka menuju ke Semarang bersama Rudy.

"Kita akan bertemu di Stasiun ini. Stasiun Tawang," ujar Rudy sambil memegang wajah Sari dan mengusap air matanya yang meluncur kebawah.

Sari mengganguk, kemudian berlalu dari Stasiun itu.

Tiba-tiba sari berbalik arah dan berlari ke arah kereta yang telah berjalan dengan laju kencangnya.

"Rudy!" teriak Sari memanggil.

Matanya tertahan pada benda di tangannya.  Sari tersenyum sambil menggenggam saputangan milik Rudy.

Lima tahun berlalu

"Kita bertemu di Stasuin Tawang" sms terkirim dari Rudy.

Perasaan sari semakin gembira akan pertemuannya kali ini.

"Rudy!"

"Sari!"

Mereka berpelukan satu sama lain.

"Sebelum kita pulang, kita mampir dulu yuk ke Simpang Lima," ujar Rudy menarik tangan Sari.


"Ini oleh-oleh kesukaan Ibu, Sar. Bandeng Juwana. Kamu mau?" tanya Rudy.

Sari hanya menggeleng.

Sesampainya di rumah Rudy.

"Rud, sudah Ibu peringatkan. Jangan lagi berhubungan dengan gadis ini", ujar Ibu Rudy dengan nada yang tinggi.
.
"Tapi, Ma."

"Gak ada tapi-tapian"

"Eh kamu! Kamu sadar gak kamu ini siapa. Rudy Lulusan Sarjana. Kamu. Cuma Lulusan SMA yang bekerja jadi pembantu rumah tangga di Semarang" ujar Ibu Rudy dengan sinis ke Sari.

Seketika Sari membalikkan badannya kemudian berlari sambil berderai air mata. Tangannya tertahan oleh Rudy.

"Sar!"

Sari berusaha melepaskan tangannya. kemudian berlari menerobos malam.


Wednesday 10 July 2013

[Remake]Lelakiku

 
Credit (Gambar Diambil dari Sini)


Setelah jeda yang begitu lama, lelaki itu menghabiskan isi gelasnya dengan sekali tegukan.

Lalu beranjak pergi dari meja makan sambil meraih topi kemudian dipakainya seraya bersiul.

"Mau kemana , Kangmas?" 

"Ke Warung Lik Sir."

"Aku sudah selesai masak."

"Dino iki aku ora cocok masakanmu!"

Imah yang sejak tadi menyiapkan masakan yang berlauk tempe goreng dan sayur bayam hanya bisa duduk termangu didepan meja makan.


"Ayo, nduk. Makan, " ujar Imah ke Dewi, anak semata wayangnya yang berumur tujuh tahunan.

"Imah! Imah!" Teriak Imam menggedor pintu.


Pyarr..........


Semua yang berada di meja makan di tumpahkan oleh Imam. Selalu. Jika telat membuka pintu amarah di lampiaskan dengan memecah benda-benda di depannya.

"Mbadok terus yang diurusin"

"Astagfirulloh!"

"Wis nduk, entar Mamak masak lagi,"  Ujar Imah sambil mengambil pecahan piring  di lantai.

Di pandanginya bola mata Dewi yang bulat seraya di usap air matanya.

Imah Tersenyum.

"Bapakmu ini sebenarnya  baik kok, nduk. Mamak yang salah. Tidak segera membuka pintu saat Bapakmu pulang."

"Tapi, mak."

Di pandangi kembali mata Dewi dan menyakinkannya.


"Imah! Imah!" Teriak kembali Imam.

"Ini apa-apan?" Sambil menunjuk baju kotak biru terkena noda.

"Eh..Tadi! Dewi....... Kamu dimana, Nduk?" Saut Imah terbata-bata sambil mencari  Dewi.

"Bapak! Bapak gak boleh marah-marah lagi sama Mamak!" Teriak Dewi.

"Dewi..Ssttttt!"Ujar ibu sambil menarik tangan dewi.

"Jadi, ini hasil didikanmu. Anak harus berani sama Bapaknya, " Ujar Imam sambil melayangkan tangannya hendak memukul Dewi"

"Sudah! Aku diperlakukan kasar sama sampeyan, aku ikhlas. Tapi jangan sama Dewi." Ujar Imah lantang sambil mengemasi pakaian.

"Imah! Kamu mau kemana?"

"Pulang ke rumah orang tuaku. Aku sudah gak tahan!"

"Kamu gila yah."

"Tidak! Aku tidak gila. Kamu yang gila."Ujar Imah sambil menutup pintu dengan kasar seperti yang pernah Imam lakukan selama ini padanya.

"Imah! Aku mohon, maafkan mas. Aku khilaf," ujar Imam dengan sujud di hadapan Imah.

Seketika airmata Imam meluncur kebawah. Imam memeluk badan Imah dan Dewi. Tas berisi pakaian di jatuhkan perlahan sambil mengusap air matanya sendiri.

Selama menikah, tak pernah melihat Imam menangis.

"Mudah-mudahan bukan air mata buaya!" Gumam Imah sambil menghela nafas.

"Makasih, Nduk, " berkat kamu Bapakmu berubah seketika" Kembali Imah memeluk dan mencium anak semata wayangnya.



 Keterangan :
Lik: Paman.
Dino iki aku ora cocok masakanmu: Hari ini aku tidak cocok masakanmu.
Nduk : Anak perempuan.
Mbadok: "Bahasa kasar"  yang artinya makan.
Wis Nduk: Sudah Nak.
Sampeyan :kamu

TULISAN ASLI DISINI

********************

Lelakiku

Credit (Gambar dari sini)

Setelah jeda yang begitu lama, lelaki itu menghabiskan isi gelasnya dengan sekali tegukan.

Lalu beranjak pergi dari meja makan sambil meraih topi kemudian dipakainya seraya bersiul.

"Mau kemana , Kangmas?" 

"Ke Lik Sir."

"Aku sudah selesai masak."

"Dino iki aku ora cocok masakanmu!"

Imah yang sejak tadi menyiapkan masakan yang berlauk tempe goreng dan sayur bayam hanya bisa duduk termangu didepan meja makan.

"Paling-paling  mau liat Lastri, pembantunya Lik Sir. Ahh...yo wis  tak makan sendiri saja" gumamnya sambil menyendok nasi beserta lauk pauknya. 

"Ayo, nduk. Makan, " ujar Imah ke Dewi, anak semata wayangnya yang berumur tujuh tahunan.

"Imah! Imah! Teriak Imam menggedor pintu.


Pyarr..........


Semua yang berada di meja makan di tumpahkan oleh Imam. Selalu. Jika telat membuka pintu amarah di lampiaskan dengan memecah benda-benda di depannya.

"Mbadok terus yang diurusin"

"Astagfirulloh!"

"Wis nduk, entar Mamak masak lagi,"  sambil mengambil pecahan piring  di lantai.

"Mamak....! Panggil Dewi sambil berlinang air matanya.

Di pandanginya bola mata Dewi yang bulat seraya di usap air matanya. Imah tersenyum.

"Bapakmu ini sebenarnya  baik kok, nduk. Mamak yang salah. Tidak segera membuka pintu saat Bapakmu pulang."

"Tapi, mak."

Di pandangi kembali mata Dewi dan menyakinkan, bahwa Bapaknya adalah orang baik dan sayang terhadap keluarga.


Memasuki usia ke delapan pernikahannya bersama Imam, sifat  Imam berubah. Arogan dan gampang marah.

"Ahh..Sudahlah. Mungkin Kang Imam capek atau ......Entahlah, "gumamnya seraya menghela nafas.


 Keterangan :
Lik: Paman.
Dino iki aku ora cocok masakanmu: Hari ini aku tidak cocok masakanmu.
Nduk : Anak perempuan.
Mbadok: "Bahasa kasar"  yang artinya makan.
Wis Nduk: Sudah Nak.


****************************************



Tuesday 25 June 2013

Lissa


Credit (gambar darisini)

 Teruntuk Monday FlashFiction Prompt # 18 : Ada Apa Dengan Lissa


 "Lissa.......," sapaku sambil membelai rambutnya yang di biarkan terurai.

Lissa hanya diam dan tersenyum. Wangi semerbak bunga masih terasa saat aku memasuki kamar pengantinnya. Tiba-tiba jantungku berdegup kencang saat melihat tubuhnya  terbalut gaun tipis. Naluriku mulai liar dan nafasku terasa sulit di atur.


"Cantik sekali kamu, Lis," ujarku seraya mendekapnya.

"Tunggu ya, sayang. Sabar." Senyum simpul Lissa yang menggoda membuat birahiku terus meningkat.

Lissa memang cantik. Usianya saja baru delapanbelas tahun. Mengawininya secara siri dan menjadikannya istri yang kedua, membuat aku menjadi laki-laki yang sempurna. Kulihat lekukan tubuh Lissa yang  terlihat jelas di balik gaunnya yang tipis, membuat darahku terus berdesir. Dan kamipun terlelap dalam mimpi indah bersamanya.


Aku terbangun. Lissa yang tidur di sampingku, meronta-ronta dan menjerit. Aku berlari keluar dari kamar.

Aku berteriak memanggil pembantuku.


"Bi Inah!"

"Ada apa Juragan?"

"Ini, kenapa Lissa?"

"Anu, Juragan, sebenarnya....Sebenarnya Lissa punya penyakit epilepsi." Jawab Bi Inah gagap.

Bathinku meradang. Amarahku memuncak ke orangtua Lissa, yang tidak memberitahu tentang keadaan Lissa yang sebenarnya.

Kuambil Handphone lalu sms ke orangtua Lissa.

"Besok, Lissa akan aku kembalikan. Kemudian aku cerai"


Keterangan
Epilepsi --- penyakit saraf menahun yang menimbulkan serangan mendadak berulang-ulang tak beralasan

Monday 24 June 2013

Bertemu Lalu Berpisah


Credit

Bismillah...........

Apa dayaku atas semua cobaan yang Engkau berikan padaku.
Aku sepertinya lemah sekali saat mengingatnya.....

Entah............
Tiba-tiba air mata ini meluncur kebawah
Dan aku tidak mengerti kenapa air mata ini terus menitik dan membasahi pipiku..
Dada terasa sesak..............
Mungkin sudah suratan takdir.......
Kecewa yang kurasa begitu membekas hingga sekarang.
Pertemuan itu begitu singkat.....
Pertemuan yang berakibat putusnya sebuah hubungan teman.....
Astagfirulloh...............
Tak henti-hentinya aku selalu  memohon ampunanMu Ya Allah.
Tak ada maksud  kearah sana...
Kenapa kami bisa saling bertengkar...

Dan aku lihat dari sini..

Masih terlihat jelas kebenciannya
Bahkan kata penyesalannya...begitu mengiang di telinga
Cukup menghela nafas dan selalu memanggilmu Ya Allah..........

Maafkan aku...

Jika semua kelakuanku mengakibatkan percekcokan rumah tanggamu...
Tak ada maksud apapun atas semuanya...
Tak ada tujuan kesana...
Dan tak ada keinginan mengenalmu lebih jauh lagi
Satu yang ingin aku ungkap
Aku senang bertemu denganmu...
Tapi............
Semua berakhir pilu.....
Kata-kata makianmu  begitu dasyat hingga menghempaskanku dalam bebatuan yang sangat tajam
Menusuk ke hati bahkan sampai ke jantungku.......
Allah.....
Aku tau  ini semua hasil dari sentuhan tanganmu yang terlalu indah untuk aku genggam
Aku hanya bisa tertunduk pedih atas semua yang terjadi
Aku jalanin dengan berat rasanya
Bertemu sama teman-temannya bahkan sahabatnyapun dingin rasanya
Hatiku berbisik.......
Biarlah aku yang mundur..
Toh aku akan berkaca siapa diriku ini..
Aku ini dari kalangan bawah...
Ya ......aku sadar diri siapa diriku ..
Hanya wanita biasa..........
Bisanya cuma bermimpi mempunyai teman-teman hebat seperti mereka...........
Kembali ke aku yang dulu...................
Dulu .....
Ya... aku yang begitu pendiam dan jarang bergaul 

Hatiku berontak........
Tidak...!!!!
Aku tidak ingin menjadi aku yang dulu.........
Aku ingin menjadi diriku yang lebih baik lagi.......
Semoga......
Dan tetap Semangat.... 
Ku sentuh kembali buku ini, kemudian kututup perlahan
Buku dengan kisah indah bersamanya dan teman-temannya..........


**************


Wednesday 19 June 2013

Guruku Tersayang

credit


Teruntuk Monday Flashfiction Prompt # 17 : Profesi

Semua mata tertuju sosok perempuan yang sedang berjalan ke podium.

"Selamat pagi anak-anak sekalian." Ujarnya sambil membenarkan kacamatanya.

"Selamat pagi ibu guru." Jawab serentak semua murid di lapangan.

"Dita,  liat konde Ibu Dina. Miring. Liat, deh," bisik Andi ke Dita.

"Tau. Hihihi......," jawab Dita sambil tertawa ke  arah Andi.

"Hey kamu, yang sedang berbisik, sini." Tunjuk Ibu Dina ke Andi.

Dengan langkah bergetar Andi menuju ke depan lapangan sambil menundukkan kepala.

"Kamu tadi bisik-bisik apa? Ada yang perlu ditanyakan? Tanya Ibu Dina.

Andi hanya menggeleng kepala  sambil menunduk.

"Baiklah. Kamu berdiri di sebelah Ibu saja." Ujar Ibu Dina sambil melanjutkan pidatonya.

Sekolah kita mau kedatangan tamu.  Jadi ruang kelas kalian harus tanpak bersih, karena akan ada kompetisi antar sekolah di sini." Sambil mengakhiri pidatonya Bu dina turun dari podium.

Andi yang sejak tadi berdiri hanya bisa diam dan tertunduk. Teman yang lain pada bubar, dan Andi pun masih di bawah tiang bendera.

Bruukkkkkk.

Andi pingsan. Seketika para guru menghampiri Andi lalu menggotongnya ke UKS.

Hari itu Andi dipulangkan karena kondisinya tidak memungkinkan untuk mengikuti pelajaran berikutnya.


Hari Senin berikutnya


"Selamat pagi anak-anak..." Sapa Ibu Dina dalam pidatonya.

"Hari ini adalah hari terakhir Ibu mengajar di sini. Maafkan ibu, jika ada salah kata."Bicara Ibu Dina sambil menitikkan airmata.

Di buka kembali map itu lalu ditutupnya perlahan. Map berisi surat pemberhentian sebagai guru.

Matanya tertuju sosok Andi yang berada di depannya. Dalam benaknya masih mengingat apa kata Ayah Andi dua hari yang lalu.

"Ibu Dina, Andi anak semata wayang saya. Dan saya adalah pejabat daerah  di  sini. Jadi, saya punya kewenangan untuk memberhentikan Ibu, kapanpun."




Friday 14 June 2013

Boneka Unta


Credit : Dokumentasi Pribadi  Hana Sugiarti


Teruntuk Monday FlashFiction Prompt # 16 : Kisah Dari Balik Jendela


Baru setahun  kami pindah dari Indonesia ke Ruwais UEA Abu Dhabi. Semenjak kepindahan kami di sini, Ayah semakin sibuk dengan urusan pekerjaannya.

"Ayah berangkat dulu ya sayang, jangan nakal. Besok kalau Ayah kembali, akan Ayah belikan boneka unta untukmu," ujar Ayah sambil mengecup kening Gendis anak kami satu-satunya yang baru berumur limatahunan.

Selalu jika Ayah berangkat ke luar Kota, Gendis berada di balik jendela sekedar memandangnya dari kejauhan.


"Ma....Ayah cuma sebentar, khan?"Tanya Gendis.


"Iya sayang tunggu saja" Jawabku menenangkannya.


Gendis kembali berlari ke arah jendela, sekedar melihat keluar rumah dan melihat  hamparan gedung berwarna putih dan pohon kurma.


"Ayah! Teriaknya.


"Mana? Hahaha, bukan. Ayah belum pulang sayang. Baru juga dua jam berangkat."  Jelasku.


"Ayo, masuk ke kamar?" Pintaku sambil menggendongnya.


Tangannya masih saja menunjuk ke jendela sambil memanggil Ayah berulang kali.


Tiba-tiba hati ini  berdebar. Firasatku mengatakan, terjadi sesuatu pada suamiku.


Tok tok tok.


Suara ketuk pintu mengejutkanku. Dua laki-laki berpakain Polisi UEA sedang ada di depanku.


"Selamat siang Bu, suami Ibu tewas dalam kecelakaan tunggal di perbatasan Saudi Arabia." Ujar salah satu Polisi.


Sekejap badanku seperti tak bertulang, duduk dan menatap putriku satu- satunya dengan derai air mata.



"Ayah! Bawa boneka unta," teriak Gendis yang tak mengetahui kalau Ayahnya telah tiada.


Aku hanya bisa menggelengkan kepala sambil memeluknya.








Saturday 8 June 2013

Sang Artis




Credit

Teruntuk Monday FlashFiction Prompt # 15 : Too Much Love Will Kill You


Riuh penonton membanjiri panggung konser yang di gelar di Senayan Jakarta. Mereka mengelu-elukan sosok Jacky yang fenomenal. Lagu beraliran Rock ini begitu di kagumi banyak kaum hawa.

"Hai! Every body...Are you ready?" Sapa Jacky kepada penggemarnya di panggung.

Sorak sorai dan tepuk tangan membahana menggema di acara konser bandnya malam itu. Para penonton yang sebagian besar kaum hawa itu berteriak histeris. Panggung raksasa yang di buat oleh Jacky malam itu begitu menakjubkan para penggemarnya.

Dari Bandung, Shinta sang istri menyaksikan suaminya melalui televisi.

Acara televisi yang bertema infotainment kini heboh membicarakan kesuksesan Jacky yang fenomenal itu. Jacky di gosipkan memiliki wanita idaman lain. Shinta yang sudah siap mental akan ketenaran suami di tanggapi dengan segala kesabarannya.

"Mbak, katanya Jacky lagi dekat dengan Larasati, seorang model  majalah pria dewasa?" Tanya beberapa media yg memadati rumahnya.

"Ah..itu gosip mbak, mas. Saya setiap hari komunikasi kok sama bang Jacky. Dan seminggu sekali dia pulang ke Bandung menemui kami." Jawab Shinta.


Hingga suatu hari, media infotainment memergoki Jacky di salah satu Hotel sedang bersama wanita.Wanita ini berkisah bahwa dirinya dengan Jacky hanya sebatas penggemar pada artis pujaannya.

Tiga tahun berlalu

Sebuah koran ternama di Ibukota mengabarkan di bagian headlinenya,

"Jacky sang vokalis Band Segi Tiga meninggal karena HIV AIDS"
   


Friday 7 June 2013

Kehilangan Sahabat Untuk Selama-lamanya



14 tahun, mengenangnya kembali adalah hal membuat hati ini menjadi sedih. Teringat akan tawa dan candanya. Murungpun jarang terlihat di raut wajahnya. Periang, itulah sahabatku yang bernama Rini. Rini adalah kawan SMAku dulu. Sejak berteman dengannya adanya cuma bercanda terus dan tak ada cerita sedih yang pernah dia ungkap kepadaku.

Awal tahun ajaran baru kenaikan kelas tiga SMA, selalu aku temui kawan-kawanku yang telah lama tak bertemu karena liburan panjang. Seperti biasa kita saling berpelukan dan bercerita sana sini. Salah satu temanku dengan nada enteng dan seperti tak terjadi apa-apa mengatakan bahwa kita tak akan bertemu Rini kembali. Kemudian bertanya kesana kemari akhirnya terjawab. Salah satu temanku yang lain akhirnya mengatakan yang sebenarnya bahwa Rini telah meninggal dalam kecelakaan tunggal di Jalan Daan Mogot KM.13 dua minggu yang lalu.

Kaget dan tak percaya dalam berita itu. Lalu kuhubungi kawan yang lain hari itu juga untuk ke makam Rini. Kemudian kami satu sekolahan pergi ke rumah almarhum untuk belasungkawa ke keluarganya. Kami menanyakan akan kejadian itu. keluarga menjawab adanya lubang di tengah jalan itu yang mengkibatkan Rini jatuh dari motor, boncengan dengan kekasihnya. Benturan di kepala Rini yang mengakibatkan kepergian Rini.

Peristiwa itu memberikan pelajaran kita betapa pentingnya helm dalam berkendara untuk melindungi kepala. Kita tidak tau kapan kita akan di jemput oleh yang maha kuasa, adakalanya kita mawas diri apa yang akan terjadi di kemudian hari. Kadang kita sangat pandai merangkai rencana tapi tetap Allah yang menentukan. Begitu juga umur, kita juga tidak tau. Kehilangan seorang sahabat yang periang adalah sesuatu yang sangat menyedihkan. hari-hari tak ada kehadiran almarhum sepi, teringat senyumnya yang selalu ada di setiap percakapan kami, memberikan kesedihan yang teramat dalam,  dan tak menyangka akan kehilangan sahabat  yang satu ini  dengan cara yang mengenaskan.

Melalui tulisan ini, Aku ingin mengenang kembali sosok Rini sahabatku ini. Dia adalah sosok yang periang dan supel. Semoga arwahnya di terima disisiNya dan diampuni segala dosa-dosanya .Aminn.



Tuesday 4 June 2013

Halusinasi [Remake] 2

credit: dokumentasi pribadi Latree Manohara

Bu....aku pergi dulu yah" pamit Andi ke Ibunya.

Ibu Andi yang sejak tadi memperhatikan, masih penuh harap semoga Andi bisa melupakan kisahnya bersama Shinta. Hari-hari Andi di penuhi wajah Shinta. Dinding kamarnya masih ada foto gadis itu.
Sedikit rasa tidak suka jika ibu Andi memandang foto Shinta terpampang di kamarnya. "Kenapa Andi begitu tergila-gila sama gadis itu" wajah sinis ibu Andi terlihat jelas sekali  dan ingin sekali  membuang semua foto itu. 

"Bu"

"Ya" ibu Andi kaget saat Andi tiba-tiba berada di dalam kamar.

"Aku lupa bawa ini" sambil mengambil mawar yang tergelatakdi atas meja ruangan kamarnya.

Andi memandang ibunya yang sedang  memperhatikan foto Shinta yang terpampang di dindingnya "Shinta cantikkan bu? Aku akan menemuinya untuk yang kesekian kalinya. Oh ya aku pamit lagi selanjutnya sore aku akan segera ke rumah Shinta".

Ibu Andi hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Diam dan tak bisa berkata apa-apa.


*Sesampainya di cafe*


"Mbak...biasa ya" sambil memberi kode pada pelayan cafe. Pelayan itu sepertinya tau kebiasaan pelanggannya seperti Andi.

"Ini mas pesanannya. Seperti biasa dua gelas jus advokad tanpa susu"

"Terima kasih ya mbak" kembali Andi melihat kedepan kedua gelas jus avokad.

"kamu suka ini Shin......jus avokad tanpa susu . Oh ya aku hari ini bawa sesuatu untukmu".

"Taratang" mengambil sesuatu di balik punggungnya, seolah ingin memberikan kejutan pada sang kekasihnya.

"Bunga mawar merah kesukaanmu. Ehemmm aku tau hari ini kamu sedang sedih yah...oke aku akan dengar deh ceritamu.Cerita tentang senja, tentang anak-anak kecil yang bermain di sungai itu, atau  tentang langit hitam yang sering kamu ceritakan hingga kau ketakutan tidur sendiri dikamarmu...iya deh aku dengerin. Tapi ingat ya aku mau hari ini kamu kasih senyummu yang terindah buatku" Andi dengan bicaranya sendiri.

"Maaf mas ini notanya, tadi tertinggal di meja kasir. Seperti biasa, mas akan memintanya sekedar untuk kenang-kenangan" pelayan menyerahkan nota ke meja Andi.

"Iya mbak maaf aku tadi lupa mengambilnya. Mbak sini coba lihat didepan saya, cantikkan tunanganku. mbak mau duduk ikut denger ceritanya?" sambil menarik tangan pelayan untuk duduk disampingnya.

"Maaf mas, masih banyak pengunjung yang harus saya layanin" sambil bergegas berbalik dari meja Andi.

Pelayan tadi sengaja menghindar dan berbisik pada salah satu pengunjung di cafe dan mereka sedikit mengerti dan memakluminnya.

Kring-kring

Ada sms masuk di hape Andi.

"Segera ke rumah Shinta,  disana keluarganya  sedang menunggumu!" dari Ibu.

"Shin....yuk kita pulang bareng. Ayah sama Ibumu  sedang menunggu kita. Jangan  lupa kasih senyum manis sama meraka ya, dan ceritakan sama mereka kalau kamu senang  bertemu denganku" masih dengan bicaranya sendiri.


*Setibanya di rumah Shinta*

"Bu..ini Shinta aku kembalikan kerumah setelah temanin aku sekedar minum jus di cafe . Dia senang bertemu denganku. Besok aku akan melamarnya" Ibu Shinta yang sejak tadi menunggu Andi langsung memeluknya sambil menangis.


"Sudahlah nak. Shinta dah tenang di alamnya...carilah wanita lain selain Shinta"

"Ibu......Shinta tak akan tergantikan oleh siapapun. Hatiku hanya ada Shinta. Shinta adalah cinta terakhirku bu."

"Oke sebelum ke makam kita mau mengadakan selamatan 3 tahun Shinta terlebih dahulu".

"Iya bu....ini aku bawakan bunga untuknya" sambil menunjukkan bunga mawar merah pada Ibu Shinta.


Semenjak kecelakaan itu keluarga maupun Andi sendiri tidak percaya atas apa yang telah menimpa Shinta sore itu 3 tahun yang lalu. Terakhir pertemuannya di cafe itu mengingatkan Andi terus menerus hingga  tahun ke -3 sepeninggalannya. Pertemuan terakhir Andi sama Shinta di Bento Coffe Stasiun Gambir.

Tulisan asli di sini