![]() |
Credit (Gambar dari sini) |
Setelah jeda yang begitu lama, lelaki itu menghabiskan isi gelasnya dengan sekali tegukan.
Lalu beranjak pergi dari meja makan sambil meraih topi kemudian dipakainya seraya bersiul.
"Mau kemana , Kangmas?"
"Ke Lik Sir."
"Aku sudah selesai masak."
"Dino iki aku ora cocok masakanmu!"
Imah yang sejak tadi menyiapkan masakan yang berlauk tempe goreng dan sayur bayam hanya bisa duduk termangu didepan meja makan.
"Paling-paling mau liat Lastri, pembantunya Lik Sir. Ahh...yo wis tak makan sendiri saja" gumamnya sambil menyendok nasi beserta lauk pauknya.
"Ayo, nduk. Makan, " ujar Imah ke Dewi, anak semata wayangnya yang berumur tujuh tahunan.
"Imah! Imah! Teriak Imam menggedor pintu.
Pyarr..........
Semua yang berada di meja makan di tumpahkan oleh Imam. Selalu. Jika telat membuka pintu amarah di lampiaskan dengan memecah benda-benda di depannya.
"Mbadok terus yang diurusin"
"Astagfirulloh!"
"Wis nduk, entar Mamak masak lagi," sambil mengambil pecahan piring di lantai.
"Mamak....! Panggil Dewi sambil berlinang air matanya.
Di pandanginya bola mata Dewi yang bulat seraya di usap air matanya. Imah tersenyum.
"Bapakmu ini sebenarnya baik kok, nduk. Mamak yang salah. Tidak segera membuka pintu saat Bapakmu pulang."
"Tapi, mak."
Di pandangi kembali mata Dewi dan menyakinkan, bahwa Bapaknya adalah orang baik dan sayang terhadap keluarga.
Memasuki usia ke delapan pernikahannya bersama Imam, sifat Imam berubah. Arogan dan gampang marah.
"Ahh..Sudahlah. Mungkin Kang Imam capek atau ......Entahlah, "gumamnya seraya menghela nafas.
Keterangan :
Lik: Paman.
Dino iki aku ora cocok masakanmu: Hari ini aku tidak cocok masakanmu.
Nduk : Anak perempuan.
Mbadok: "Bahasa kasar" yang artinya makan.
Wis Nduk: Sudah Nak.
****************************************
Mbadok bahasa jawa, mulu bahasa betawi. Dicampur jadi agak lucu. hehe.. *IMO
ReplyDeleteItu emaknya sabar banget yaa
wkwkw..iya yah... Thaks yah :D
ReplyDeleteAku edit ya mbak... semoga nyambung... hihihi.. :D..
DeleteEndingnya kuraaang :D
ReplyDeleteOke mbak..maksih yah...telah berkunjung :D
DeleteIiiccch, gemes banget ama si Imam. Saenak-e wae marah2. Nek aku dhadhi si Imah, tak tinggal sisan, mabur tak gowo Dewi, hahaha...bener gak tuh bahasanya? Ceritanya menggambarkan karakter seorang isteri yang sabar n nrimo.
ReplyDeleteTentang tanda petik (") bukankah harusnya diletakkan seperti ini: "Paling-paling..........., dan bukan di "Ahh... Gimana? Koreksi juga ya kritik bunda ini, biar bunda bisa pinter. Nice posting.
Maksih bumda :D
ReplyDeleteAku edit yh bunda :D
Deletecie cie... seru juga ya..
ReplyDeletesegitu aja? duh...udah telanjur ngarep ada 'kejutan' nih. entah si istri yang tiba-tiba berani melawan, atau si imam yang tersadar karena sesuatu hal. Tapi...ya sudahlah. :)
ReplyDeleteOh...gitu yah mas... heheh.Makasih yah mas.. atas masukannaya kemungkinan di edit dan ditambahin.
Deletekurang twistnya nih mbak :)
ReplyDeleteWah suaminya yg darah tinggi kalo gitu sih...
ReplyDeletebaru 8 tahun aja dah gitu gimana ntar 15 tahun hehe
kejutannya mana... mannnna...??
ReplyDeleteini terlalu datar mbak gi...
wkwkw..iya mak... hahh :)
DeleteKurang twist sih, tapi oke kok. :)
ReplyDeleteiyyaaa, twistnya manaaa :D
ReplyDeleteItu Bapaknya kok marah2, dia ga tahu ya klo puasa sudah dua hari... hihihihihi
ReplyDeleteIstri yang sabar... Lanjuut Mba Sri :)
Kentang nih X)))
ReplyDeletewoalah bahasanya jawa, saya tadinya nggak ngerti untung ada kamusnya dibagian bawah, hihihi.
ReplyDeleteBagi saya... cerita ini belum selesai.
ReplyDeleteMesti dieksplore lagi, mbakyu