Tak kusangka, pohon itu masih berdiri di sini. “Herman!”
Seseorang memanggil namaku. Sengaja panggilan itu tak aku hiraukan. “Herman! Stop!” Lagi-lagi seseorang
memanggil dan menahanku berhenti mendekati pohon itu. Sejenak aku berhenti dari
langkahku, berusaha mendengar
panggilannya, tapi aku enggan untuk menengok ke belakang. Langkahku urung berhenti, kembali aku
langkahkan kaki. Sesaat kemudian, seseorang menepuk punggungku. “Herman! Aku
bilang berhenti dan jangan melangkah kesana.”
“Kenapa?” Tanyaku.
“Kamu ingat Hartono?” Kugelengkan kepalaku, karena
aku tak ingin mengingat nama itu.“Hartono adalah penebang pohon di depan Sekolah
kita”
“Lantas, apa hubungannya dengan pohon itu. Pohon itu
sudah hampir dua puluh tahun sejak aku masih memakai celana abu-abu. Waktu itu,
pohon itu sebesar aku tingginya. Tapi
sekarang, pohon itu masih berdiri disini. Pohon itu sudah besar. Akarnya kuat,
daunnya lebat .”
“Iya. Pohon itu sudah besar. Kalah besar dengan
tubuhmu. Jika pohon itu menimpamu, tubuhmu akan remuk dibuatnya.”
Seketika tubuhku menggigil, jantungku terasa cepat
berdenyut. Buru-buru kakiku melangkah ke depan menuju pohon itu. Aku tak ingin mendengar
perkataannya, apalagi menengok
kebelakang. Siapapun dia.Sesampainya di depan pohon itu, tanganku berusaha aku
angkat untuk memegang pohon itu. Tapi, pohon itu semakin menjauhiku. Langkah
kakiku sedikit aku percepat untuk menggapai pohon itu. Lagi-lagi pohon itu tak
bisa aku gapai. Nafasku semakin sulit aku kendalikan. Dadaku semakin sakit. Dadaku seperti tertusuk. Kemudian suasana gelap. Aku tak bisa melihat
pohon itu disana. Pohon yang besar dengan akar gantungnya. Cahaya putih samar-samar mendekatiku. Seketika aku menengok
kebelakang mencari cahaya itu. Tapi cahaya itu tak aku temukan lagi, apalagi
laki-laki yang tadi berbicara denganku.
“Kemana dia?” gumamku.
“Herman! Herman!” Lagi-lagi seseorang memanggilku.
Aku menengok ke kanan, ke kiri kemudian ke belakang.
Tak ada seseorang disana.
“Herman!Herman. Buka matamu. “
Berusaha ku buka mataku perlahan. Kudapati istri dan kedua anakku.
Berusaha ku buka mataku perlahan. Kudapati istri dan kedua anakku.
“Aku dimana, ma?” Tanyaku kepada istriku yang sedang
menagisiku.
“Alhamdulillah. Kamu udah siuman, mas.Tetangga mandapatimu pingsan di depan sekolahanmu dulu. Kata tetangga, kamu adalah satu-satunya keturunan Pak Hartono yang masih hidup, setelah keenam saudaramu yang telah tiada dengan berbagai macam sebab. Mudah-mudahan mitos ayahmu yang menebang pohon
beringin depan sekolahan itu tidak benar ya, mas. “ Ujar istriku sambil
sesenggukan menangisiku.